alhamdulillah akan terbit buku 70 Tahun Prof. Musa. Asy’ Arie dengan Judul Lurus Jalan Terus “Diskursus Pendidikan Demokrasi & Multikultural di Indonesia” yang diterbitkan bersamaan pada acara seminar dan lounching buku 70 Tahun Musa Asy’arie, Kamis, 30 Desember 2021 jam 09.00 di gdg Pascasarjana UMS. Prodi membuka pemesan buku tersebut dalam bentuk Hadrcover (Rp.150.000) dan Softcover (Rp. 130.000) dan nomer kontak yang bisa dihubungi 082137639920 (wa: Sasongko Tri Utomo, SE., MM). Sejarah beliau menjadi sebuah pemikiran yang luas dan panjang. Salah satu hasil testimoni yang begitu tersentuh yaitu:
Membaca buku LURUS JALAN TERUS, bagaikan menikmati wisata gagasan pendidikan multicultural orsinil khas Indonesia. Tidak kalah pentingnya, adalah dalam buku ini sangat terasa getaran penghidmatan para mahasiswa kepada SANG GURU yang amat sangat dihormati, sekaligus menyaksikan bahwa bibit bibit Pendidikan dan kehidupan multikultural yang disemai oleh SANG GURU Sudah mulai bersemi.
(Prof. Zamroni, Ph.D. (Guru Besar S3 PAI UMS))
Profesor Musa Asy’arie adalah salah satu tokoh yang memainkan peranan penting dalam pengembangan kelembagaan dan keilmuan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Beliau adalah sebagai pendiri program Magister Studi Islam (1997) dan pendiri program Doktor Pendidikan Agama Islam (2017). Disamping itu beliau adalah sebagai Direktur pertama kali di Sekolah Pascasarjana UMS (1997-2002). Saya memberi apresiasi dan penghargaan yang setinggi tingginya atas karya dan pengabdiannya untuk kemajuan UMS Surakarta. Saya berharap meski Prof.Musa telah memasuki purna bhakti tetapi bukan berarti pengabdian kepada UMS berhenti sampai di sini tetapi masih terus berlanjut. Mudah-mudahan selama Prof.Musa berkarya dan mengabdi di UMS, Allah mencatat menjadi amal saleh dan memberi segala kemudahan.
Prof.Dr. SofyanAnief,M.Si (Rektor UMS Surakarta)
Beliau adalah salah satu sosok unik dan langka. Pada dirinya tergambar dua sisi yang jarang dijumpai dan tidak banyak orang yang memilikinya. Yaitu, sosok intelektual dan saudagar. Kapasitas intelektualnya terbukti sebagai guru besar di bidang Filsafat Islam; sedangkan kesaudagarannya tercermin pada jiwa wirausahanya yang terus menyala dan bergelut dengan bisnis cor baja. Keduanya terus seiring sejalan. Percikan pemikiran filsafatinya mengisi ruang pendidikan Islam dengan pergulatan multikultural dan demokrasi. Buku ini menunjukkan pergulatan intens itu.
Prof.Dr. H.ZakiyudinBaidlowi (Rektor IAIN Salatiga)
Prof. Dr. Musa Asy’ari, adalah salah satu pemikir sekaligus filosof Indonesia yang tengah melakukan eksperimentasi dalam dunia ilmu, sebuah dunia yang selama ini ditekuninya sebagai seorang akademisi. Oleh karena ia menekuni dunia filsafat, maka obyek amatannya, selalu bertali temali dengan academic core yang disandangnya. Label filosof yang melekat pada dirinya paling tidak memberi khazanah dan kekayaan dalam membantu memahami realitas dalam konteks kehidupan masyarakat.
Aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi tidak serta merta memuaskan pikiran-pikirannya dan analisisnya memberikan warna lain dari kebiasaan-kebiasaan yang lazim dilakukan para ilmuwan. la merupakan ilmuwan yang berkarakter “membongkar” yang dinilai kurang memadai bagi perkembangan ilmu; meminjam terminologi Karl Popper sebagai ikhtiar “falsifikasi”, terhadap kemapanan suatu ilmu. Meskipun seorang ilmuwan adalah “musafir pencari dan pemburu kebenaran”, merupakan sebuah keniscayaan, akan tetapi disaat bersamaan, kebenaran mutlak mustahil dapat diraihnya. Inilah yang disebut sebagai sebuah “tragedi” bagi ilmu dan ilmuwan.
Tidak puas dan gelisah dengan dunia pemikiran dan filsafat yang embedded pada dirinya selama bertahun-tahun, ia mulai merangkak ke dunia lain yang sebenarnya bertolak belakang secara diametral, dan menyasar ke dunia entrepreneur. Baginya entrepreneur adalah dunia yang menantang, sekaligus memerlukan siasat, strategi, dan manajemen unggul untuk memenangkan pertarungan dalam bisnis. Meski banyak tantangan dari kolega dan habitat akademisnya, tetapi ia tetap konsisten dengan hasil amatannya dan selalu bersuara “nyaring” lewat tulisan-tulisannya. Dalam realitasnya Prof. Musa berada dalam dua kaki pijakan: dunia entrepreneur dan dunia filosof yang selalu berfikir di wilayah awan gemawan.
Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, SH., M.Hum (Guru Besar Bidang Hukum UMS, Direktur Pascasarjan Periode 2009-2017 dan Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah)
setelah era tahun 1990an, saya mengenal lebih dekat. Beliau sering diundang di acara-acara Muhammadiyah sebagai narasumber. Pak Musa Asy’arie selain sebagai cendekiawan muslim, juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah. Kemuhammadiyahannya kental, karena lahir dari keluarga di Pekajangan. Pekajangam dikenal “Kampung Muhammadiyah”, sebagai Cabang Muhammadiyah generasi awal di era tokoh karismatik KH Abdurrahman. Pekajangan juga populer sebagai basis wirausaha dan saudagar Muhammadiyah.
Prof Musa sosok yang familiar dan lugas, sehingga nyaman kalau bicara. Saya teringat dalam Pengajian Ramadhan di PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, menyampaikan pendapat lugas tentang Muhammadiyah. “Muhammadiyah itu seperti negara dalam Negara”. Maksudnya, betapa besar Muhamamdiyah itu, apa yang dilakukan negara dilakukan Muhammadiyah, sehingga cakupan geraknya luas. Lebih dari itu, struktur organisasi Muhammadiyah juga seperti negara. Karenanya dipesankan agar Muhammadiyah terus memobilisasi potensinya yang besar itu, termasuk dalam mengembangkan pemikiran keagamaan, juga dunia bisnis dan ekonomi.
Dunia pemikiran dan bisnis memang melekat dengan Prof Musa. Tidak banyak orang yang pemikirannya luas dan mendalam seperti begawan, tetapi terjun di dunia usaha seperti Prof Musa Asy’arie. Yogya-Klaten rutin dijalaninya untuk mengurus bisnis. Dunia abstrak dan konret menyatu dalam dirinya. Meski, di Fakultas Ushuludin, dikenal sebagai pemikir atau filosof, yang terbiasa berpikir bebas dan radikal. Beliau sosok begawan yang membumi. Bukan pemikir yang berumah di atas awan
Muhammadiyah yang diimajinasikan sebagai “negara dalam Negara” itu sebenarnya juga membumi. Berberak di dunia pemikiran yang menggerakkan kemajuan, sekaligus berbuat nyata dengan langkah-langkah maju antara lain melalui amal usaha. Islam dikonstruksi tidak hanya dalam pikiran-pikiran maju —apalagi sekadar utopia yang menjulamg ke angkasa— tetapi mesti berpijak di bumi nyata untuk memajukan peradaban. Salah satu pilar peradaban maju itu amal usaha atau ekomomi. Gerakan umat Islam harus tampil menjadi pelaku perubahan dan pembangun kemakmuran sebagaimana peran khalifah di muka bumi.
Prof Musa sebagai pemikir filsafat sejatinya masih memiliki agenda keilmuan yang mesti dilanjutkan, yakni menyusun pemikiran lebih utuh dan komprehensif kelanjutan dari bukunya tentang filsafat Islam yang lebih autentik berangkat dari Islam atau murni dari tradisi Islam sebagaimana menjadi perhatiannya selama ini. Beliau konon gelisah tentang filasafat Islam era klasik yang lebih bercorak Yunani dan mengajak agar menuju ke dunia pemikiran filsafat Islam yang berakar kuat pada tradisi Islam yang autentik.
Prof. Dr. H. Haedar Nasir, M.Si.(Ketua Umum PP Muhammadiyah)